Kemajuan teknologi dan industri serta pertambahan penduduk yang pesat, lambat laun mengubah fungsi lahan pertanian menjadi kompleks perumahan dan industri. Untuk mengatasi berkurangnya lahan pertanian, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan jalan bercocok tanam secara vertikal atau yang dikenal dengan metode vertikultur.
Ada tanggapan bahwa budi daya tanaman untuk mendapatkan hasil panen yang banyak dan mencukupi kebutuhan keluarga diperlukan lahan yang luas, ternyata pernyataan itu tidak berlaku jika tanaman dapat dilakukan secara vertikultur. Dengan sistem vertikultur, pemanfaatan lahan dapat efisien dan hasil yang diperoleh optimal.
Sejarah berkembangnya vertikultur di Indonesia pertama kali di ilhami oleh sistem penanaman dalam green house yang banyak terdapat di negara – negara sub tropis sejak abad 19. Vertikultur sendiri mempunyai arti sebagai budi daya tanaman secara vertikal, sehingga penanamannya dilakukan dengan sistem bertingkat.
Teknik vertikultur dapat dilakukan di pekarangan yang sempit atau bahkan di rumah yang tidak memiliki pekarangan sedikit pun. Selain dapat memaksimumkan penggunaan lahan sempit, teknik vertikultur juga dapat digunakan untuk menambah estetika.
Penanaman secara vertikultur dapat dijadikan alternatif bagi masyarakat yang tinggal di perkotaan yang memiliki lahan sempit atau tidak mempunyai lahan yang tersisa untuk budi daya berbagai jenis tanaman.
Adapun jenis tanaman yang cocok untuk dibudidayakan secara vertikultur adalah jenis tanaman semusim yang memiliki nilai ekonomis tinggi, tinggi tanaman tidak melebihi 1 meter, dan memiliki perakaran yang sempit. Salah satunya adalah tanaman semusim dari kelompok sayuran.
Sayuran mempunyai kontribusi yang besar terhadap manusia dan lingkungan. Manfaat produk sayuran bagi manusia adalah sebagai sumber pangan dan gizi, pendapatan keluarga, dan pendapatan negara, sedangkan bagi lingkungan adalah rasa estetika dan konservasi genetik sebagai penyanga kelestarian alam.
Sayuran merupakan tanaman yang lunak dan dapat dimakan secara utuh atau sebagian, segar / mentah atau dimasak, sebagai pelengkap makanan berpati atau berdaging. Dengan meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi yang berasal dari sayuran maka masyarakat berusaha memenuhi kebutuhan sayuran untuk diri sendiri (dalam skala kecil) sekaligus dapat menambah peluang usaha di bidang usaha tani.
Sayuran biasanya dipanen dalam keadaan segar dan kandungan airnya tinggi, hal tersebut menyebabkan penanganan, pengangkutan, dan pemasarannya menjadi masalah khusus. Oleh karena itu, sayuran harus dikonsumsi atau diproses sesegera mungkin sebelum menurun kualitasnya. Sifat mudah rusak tersebut menyebabkan pengangkutan jarak jauh menjadi rumit dan mahal. Salah satu cara mengatasi rumitnya pengangkutan dengan menanam sayuran di dekat konsumen. Bercocok tanam sayuran secara vertikultur merupakan alternatif yang cocok untuk bertani dalam skala kecil dan mengurangi resiko kerusakan sayuran karena faktor pengangkutan. Tanaman sayuran yang sering dibudidayakan secara vertikultur adalah tanaman sayuran semusim, seperti brokoli, lombok, terung, sawi, bayam, dan tomat.
0 Komentar untuk "Sistem vertikultur untuk agribisnis perkebunan"